Sahabat Untuk Putri Bulan Purnama

Kartun :Google

Putri Bulan Purnama sedang bersedih. Dayang Suri, pengasuh yang telah mengasuhnya dari bayi, akan pergi meninggalkan istana dan kembali ke desa. Bukan karena Dayang Suri tidak menyayangi lagi Putri Bulan Purnama tapi ia merasa sudah tua dan tidak punya banyak tenaga untuk menemani sang putri bermain atau jalan-jalan.
“Dayang Suri, aku mohon jangan tinggalkan istana. Siapa yang akan menemaniku bermain atau yang akan membacakan cerita untukku sebelum tidur,”kata Putri Bulan Purnama dengan nada memohon. Matanya yang bening tampak berkaca-kaca menahan tangis yang sebentar lagi akan turun.
Dayang Suri menatap wajah bulat milik Putri Bulan Purnama yang sangat ia sayangi seperti anaknya sendiri. Sejujurnya, ia juga sangat sedih akan meninggalkan putri. “Putri, hamba sudah tua. Hamba sudah tidak kuat lagi mengasuh atau menemanimu bermain. Karena itu hamba ingin menghabiskan masa tuaku dengan berkebun bunga di desa. Tidak perlu bersedih, kalau lagi rindu pada pada hamba, Putri bisa berkunjung ke desa,”bujuk Dayang Suri.
Ia tidak ingin Putri Bulan Purnama bersedih karena kepergiannya.
“Kalau Dayang Suri pergi, aku tidak punya sahabat lagi. Ayahanda sangat sibuk dengan urusan kerajaan. Begitu juga dengan ibunda. Hanya saat makan malam aku bisa berkumpul bersama mereka. Aku sangat kesepian kalau Dayang Suri meninggalkanku?”keluh Putri Bulan Purnama.
“Bukankah banyak anak-anak menteri atau bangsawan yang sering menemani putri bermain? Mereka bisa menjadi sahabatmu,”ujar Dayang Suri mengingatkan.
“Mereka hanya mau menemaniku pergi ke pesta kerajaan atau pergi berbelanja saja. Mereka tidak mau menemaniku pergi ke desa-desa untuk melihat secara langsung keadaan rakyatku. Aku tidak mau punya sahabat seperti itu yang hanya mau menemani saat senang saja. Aku ingin punya sahabat yang menemaniku dalam keadaan suka maupun duka, seperti dirimu”ucap Putri Bulan Purnama penuh harap.
Putri Bulan Purnama punya kebiasaan pergi ke desa-desa dengan menyamar sebagai rakyat jelata yang mengenakan baju serta sepatu butut. Biasanya ia hanya ditemani oleh Dayang Suri dan seorang pengawal istana yang bertugas menjaga keselamatannya. Dengan bertemu dan bertatap muka secara langsung, ia bisa mengetahui keadaan rakyat yang sebenarnya. Apa yang rakyat butuhkan, ia bisa melaporkannya kepada ayahandanya, sang penguasa negeri.
Dayang Suri menghela nafas panjang. Apa yang dikatakan putri benar, tidak ada anak bangsawan yang mau mengenakan baju usang dan berjalan kaki ke desa-desa. Mereka suka mengenakan baju bagus dan mahal. Kalau bepergian keluar istana, mereka tidak mau berjalan kaki. Mereka selalu naik kereta kuda atau ditandu para pengawal.
“Sementara anak-anak para pelayan atau pengawal istana juga tidak mau berteman denganku. Mereka segan dan takut denganku. Padahal aku tidak menakutkan, bukan? Tidak mungkin kan, aku minta ayahanda buat pengumuman kalau aku mencari seorang sahabat. Karena itu, kumohon jangan pergi!”harap Putri Bulan Purnama.
Dayang Suri hanya diam saja. Keningnya berkerut-kerut. Rupanya ia sedang berpikir tentang sesuatu. Setelah beberapa lama, ia berteriak gembira, “Putri, Hamba punya ide! Hamba tahu bagaimana cara mendapatkan sahabat sejati untuk putri.” Dayang Suri antusias.
“Bagaimana caranya?”Tanya Putri Bulan Purnama tidak sabar.
Dayang Suri membisikkan sesuatu ke telinga Putri Bulan Purnama. Mendung yang tadi menghiasi wajah sang putri perlahan berganti dengan sebuah senyum penuh pengharapan.
***
Beberapa hari kemudian, Baginda Raja membuat sebuah pengumuman yang isinya berita bahwa Putri Bulan Purnama terserang penyakit aneh. Tubuhnya dipenuhi dengan koreng yang mengeluarkan nanah serta bau yang tidak sedap. Karena penyakit itu sangat menular maka untuk sementara waktu Putri Bulan Purnama akan tinggal di sebuah menara dan hanya ditemani oleh Dayang Suri.
Menara yang ditempati oleh Putri Bulan Purnama mengeluarkan bau yang sangat busuk dan dipenuhi dengan lalat yang beterbangan kesana kemari. Karena baunya yang sangat busuk, tidak ada seorang pun yang mau mendekati menara apalagi menjenguk keadaan Putri Bulan Purnama. Teman-teman yang biasa menemani Putri Bulan Purnama pergi pesta tidak juga menampakkan hidungnya. Mereka tidak mau ketularan penyakit sang putri.
Sementara itu di puncak menara, Putri Bulan Purnama tampak mondar-mandir. Tangannya sibuk menutupi hidungnya yang mancung. Sesekali, ia mengusir lalat-lalat yang terbang mendekatinya.
“Dayang Suri, berapa lama lagi aku harus tinggal di puncak menara ini? Aku sudah tidak tahan dengan bau busuk ini. Aku hampir-hampir susah bernapas,”keluh Putri Bulan Purnama.
“Sabar, Tuan Putri. Kita akan berada disini sampai bisa menemukan sahabat sejati untuk putri,” kata Dayang Suri sambil menaburkan bunga-bunga mawar disekeliling Putri Bunga Purnama untuk mengusir bau busuk.
“Tidak adakah cara lain untuk menemukan sahabat sejati untukku? Bau busuk ini membuat kepalaku pusing. Kalau lama-lama disini, aku bisa benar-benar sakit,”ujar Putri Bulan Purnama.
“Putri, sahabat sejati adalah orang yang selalu berada didekat kita dan menemani dalam keadaan suka, duka, senang ataupun sakit. Saat diberitakan putri sakit aneh dan menular, itu adalah taktik untuk melihat dan menguji siapa yang benar-benar merupakan sahabat sejati,”kata Dayang Suri.
“Iya, kalau itu aku setuju. Tapi kenapa harus ditambah dengan mengeluarkan bau?” protes Putri Bulan Purnama.
“Biar sandiwara sakitnya Tuan Putri jadi tampak meyakinkan.”
Dayang Suri memang banyak akal. Ide tentang sandiwara sakitnya Putri Bulan Purnama memang berasal darinya.
Agar ide itu bisa berjalan mulus maka Putri Bulan Purnama meminta bantuan ayahnya agar mau mengumumkan berita tentang dirinya yang sakit. Walau awalnya Baginda Raja tidak setuju mengeluarkan pengumuman yang isinya tidak betul tapi setelah tahu tujuan untuk apa, beliau akhirnya mau melaksanakannya juga.
Untuk lebih meyakinkan lagi, Dayang Suri dan beberapa orang kepercayaan putri menaruh bermacam-macam bangkai hewan dan kotorannya di bagian bawah menara. Tujuannya supaya orang percaya bahwa putri betul-betul sakit yang mengeluarkan bau busuk. Padahal Putri Bulan Purnama sehat bugar tinggal di puncak menara.
Tok…tok….
Putri Bulan Purnama dan Dayang Suri saling berpandangan. Siapa yang mengetuk pintu itu?
“Siapa?”Tanya Putri Bulan Purnama dengan suara yang agak diserak-serakan.
“Hamba, Rembulan, anak tukang kebun istana,”ujar seseorang dari balik pintu.
“Mau apa kesini? Apakah kamu tidak tahu kalau penyakitku bisa menularimu?”kata Putri Bulan Purnama berbohong.
“Hamba sudah mendengar kabar itu. Tapi Hamba tidak takut. Hamba kesini untuk menjenguk dan menemani Putri agar tidak lagi kesepian. Hamba yakin kalau hati putri gembira maka penyakitnya akan cepat sembuh.”
Mendengar jawaban Rembulan, Putri Bulan Purnama meloncat kegirangan. Akhirnya ada juga seseorang yang bisa dijadikannya sahabat. Buru-buru ia membuka pintu.
Rembulan yang melihat keadaan Putri Bulan Purnama sehat hanya bisa melongo kebingungan.
“Ayo, cepat kita keluar dari menara ini. Aku sudah tidak kuat lagi mencium bau busuk bangkai hewan. Biar aku jelaskan semuanya!”kata Putri Bulan Purnama sambil memegang erat tangan Rembulan.
Akhirnya Putri Bulan Purnama bisa menemukan sahabat Sejati. Namanya pun hampir mirip namanya yaitu Rembulan. Dan saat Dayang Suri pamit mau pulang ke desanya, Putri Bulan Purnama tidak bersedih lagi. Ia sudah punya seseorang yang bisa menemaninya dalam keadaan suka maupun duka.


Leave a comment