Ketika Deri Tersesat Di Gurun

Deri, si ular derik hidup disebuah gurun pasir yang luas. Ia tinggal bersama ibu dan saudara-saudaranya. Karena Deri masih kecil maka ia selalu mengikuti kemana pun ibunya pergi. Termasuk ketika berburu tikus gurun untuk dijadikan mangsa.
Kalau Deri berjalan merayap, ia akan mengeluarkan suara berderik. Rik…rik….Bunyi itu bukan disebabkan di ekor Deri dipasangi lonceng. Tapi karena diekor Deri terdapat sisik-sisik keras yang berbentuk cincin. Ketika berjalan, sisik-sisik itu saling memukul-mukul sehingga menimbulkan suara berderik.
Awalnya, Deri tidak mempermasalahkan bunyi derik itu. Tapi lama kelamaan, ia merasa bunyi derik itu sangat mengganggunya dan juga sering membuat ibunya gagal mendapatkan binatang buruan.
“Ibu, kenapa kita mempunyai ekor yang mengeluarkan bunyi derik? Aku merasa tidak nyaman dengan bunyi itu?”keluh Deri pada ibunya yang sedang berjemur dibawah sinar matahari.
“Kenapa kamu bertanya seperti itu?”Tanya ibunya heran.
“Bunyi derik membuat hewan-hewan berlari menjauhi kita. Akibatnya kita kesulitan untuk mendapatkan mangsa. Contohnya kemarin, ibu gagal mendapatkan tikus gurun yang besar untuk makan malam karena binatang itu keburu lari setelah mendengar dari jauh ada bunyi derik yang menuju ke sarangnya. Aku kan jadi tidak bisa makan tikus kesukaanku,”ujar Deri kesal.
“Setiap hewan yang diciptakan Tuhan, masing-masing punya kelebihan tersendiri. Bunyi derik yang kita punyai itu merupakan kelebihan dan keunikan bagi bangsa ular derik. Jadi kamu tidak perlu kesal dengan kelebihanmu itu,”kata ibunya menenangkan Deri.
“Itu bukan kelebihan tapi kekurangan untukku!”seru Deri marah.
Deri memang sangat kesal dengan bunyi derik yang dihasilkannya setiap kali ia berjalan merayap. Bunyi derik itu seperti sirine tanda bahaya untuk hewan-hewan lain agar segera menjauhinya. Karena bunyi itu pula Deri tidak pernah bisa mendapatkan hewan buruan. Selama ini, ibunya yang menyediakan makanan untuk dirinya. Sementara saudara-saudaranya sudah tidak tergantung lagi dengan ibunya. Mereka sudah bisa mendapatkan sendiri hewan buruan.
Deri ingin sekali pulang ke sarang membawa hasil buruan. Ia ingin menunjukkan kepada ibu dan saudara-saudaranya bahwa ia sudah besar dan sudah bisa dilepas untuk mencari mangsa sendiri.
Ibunya memang belum memperbolehkan Deri mencari mangsa sendiri karena ia masih kecil. “Kamu masih kecil, berbahaya kalau kamu berburu sendirian. Kamu ikut Ibu saja untuk belajar berburu,”demikian yang selalu ibunya katakana pada Deri.
Deri tidak mau terus-terusan dianggap sebagai anak kecil. Ia merasa dirinya sudah besar dan bisa pergi berburu sendirian. Ia menganggap sudah tidak perlu belajar berburu lagi kepada ibunya.
Dua hari yang lalu, saat ibunya tidur siang, diam-diam Deri keluar dari sarangnya. Ia ingin berburu tikus gurun sendirian. Ia ingin membuktikan bahwa anggapan ibunya salah tentang dirinya. “Aku bukan anak kecil lagi. Aku sudah besar,”kata Deri dalam hati.
Deri pun menyapukan pandangannya kesekeliling. Melihat-lihat kalau-kalau ada hewan yang bisa dijadikannya mangsa. Dibawah pohon kaktus, ia melihat seekor tikus yang sedang menggali lubang.
“Nah, tikus itu bisa kujadikan mangsa,”pikir Deri senang. “Kalau aku bisa membawa pulang tikus itu ke rumah. Ibu akan berhenti menganggapku anak kecil.”
Dengan sangat perlahan, Deri berusaha mendekati tikus itu. Biarpun Deri merayap dengan pelan tetap saja ekornya mengeluarkan bunyi derik rik…rik….Tikus yang mempunyai pendengaran yang sangat sensitif ketika mendengar ada suara derik yang mendekatinya, langsung segera berlari menjauh.
Melihat buruannya kabur, Deri berusaha mempercepat jalannya tapi sayang ia kalah cepat dari tikus itu. Dan Deri pun gagal mendapatkan buruan pertamanya.
Deri pun kembali ke sarangnya dengan rasa malu. Ia pun makin bertambah sebal dengan bunyi derik yang selalu mengikutinya setiap kali ia berjalan.
“Aku ingin seperti paman Kobi si ular kobra yang sangat pintar berburu dan ditakuti semua hewan di gurun ini. Itu karena jalannya tidak mengeluarkan suara sehingga Paman Kobi bisa mendekati mangsa tanpa ketahuan dan…langsung menyergap buruannya. Kalau hewan yang diincarnya mau lari, Paman Kobi menyemburkan bisa dari mulutnya. Bisa Paman Kobi sangat beracun, satu kali semburannya membuat hewan besar seperti gajah langsung mati. Aku ingin menukar suara derik dari ekorku dengan bisa yang sangat beracun seperti milik Paman Kobi,”kata Deri yang tidak bisa menyembunyikan rasa irinya.
“Kalau kamu iri dengan bisa punya Paman Kobi itu artinya kamu harus belajar lebih banyak lagi agar dapat berburu dengan baik. Berhasil atau tidak kita mendapat buruan bukan ditentukan dari seberapa besar racun yang dimiliki. Ketangkasan dan keuletan dalam mencari hewan, itulah yang membuat Paman Kobi selalu mendapat hewan buruan. Kamu harus belajar itu dari Paman Kobi bukannya iri,”nasehat ibunya panjang lebar.
Deri hanya diam saja. Ia tidak begitu yakin dengan perkataan ibunya.
Langit yang tadinya cerah dengan matahari bersinar hangat sekarang menjadi mendung. Awan hitam menggelayuti gurun.
“Deri, ayo kembali ke sarang! Sepertinya sebentar lagi akan ada badai gurun,”ibunya memperingati. “Ayo, cepat!”
“Iya,Bu!”kata Deri tanpa beranjak mengikuti ibunya kembali ke sarang.
Sarang Deri berada didalam sebuah bukit batu. Tempat itu sangat aman dari serangan badai gurun yang dahsyat.
Aku masih mau berjemur dulu. Sebentar lagi aku akan menyusul ibu kembali ke sarang,kata Deri dalam hati.
Saat Deri selesai berjemur, badai gurun datang. Ia melihat pasir yang bergulung-gulung menuju ke arahnya. Deri mencoba berlari tapi gulungan pasir itu malah menyedotnya dan membawanya terbang entah kemana. Deri yang ketakutan langsung pingsan saat angin yang bertiup sangat kencang membawanya terbang jauh.
Saat Deri siuman ia melihat disekelilingnya penuh pasir. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri untuk mencari bukit berbatu yang menjadi rumahnya. Ia tidak melihat ada bukit berbatu. Deri baru tersadar bahwa ia tersesat di gurun yang sangat luas. Ia tidak tahu sekarang berada dimana.
Deri pun mulai panik dan tanpa disadarinya ia mengeluarkan air mata. Ia mulai berjalan tak tentu arah. Ia sudah berjalan jauh tapi bukit berbatu tidak jua kelihatan. Semuanya hanya ada pasir dimana-mana.
Deri tidak menghiraukan rasa haus dan lapar yang mulai menyerangnya. Ia ingin segera kembali ke sarang dan berkumpul dengan ibu serta saudara-saudaranya.
“Ibu, Ibu!”teriak Deri.
Tapi ia tidak mendengar ada jawaban dari ibunya. Ia ingin sekali berada di dekat ibunya dan meminta maaf karena tidak menuruti nasehat ibunya.
Ketika malam tiba, Deri hanya bisa menangis sedih. Takut, sedih serta bingung melanda dirinya. Biarpun merasa capek dan lelah, Deri terus berjalan.
Tiba-tiba Deri mendengar ada bunyi derik yang sangat dikenalnya yang mendekatinya.
Rik…rik….
Apakah aku sedang bermimpi? Bunyi itu seperti suara ibu yang sedang berjalan. Ah, mungkin itu hanya hayalanku saja, gumam Deri dalam hati. Ia pun meneruskan perjalanannya.
Tapi bunyi derik itu selalu mengikutinya. Dan ketika Deri melihat ke belakang, ternyata itu memang benar ibunya. Betapa bahagianya Deri bisa bertemu kembali dengan ibunya.
“Bagaimana ibu bisa menemukanku?”Tanya Deri senang.
“Ular punya pendengaran yang sangat kuat. Ibu tahu keberadaanmu karena bunyi derik yang dikeluarkan ekormu saat berjalan. Bunyi derik itu yang menuntun Ibu untuk menemukanmu,”kata Ibu Deri.
“Jadi, bunyi derik ini telah menyelamatkan nyawaku?”Tanya Deri tidak percaya.
Ibunya mengangguk membenarkan.
“Kenapa? Apa kamu mau menukar bunyi derik itu dengan bisa milik Paman Kobi?”Tanya ibunya menggoda Deri.
Deri langsung menggelengkan kepalanya. “Aku tidak mau! Sekarang aku sangat suka dengan bunyi derik! Bunyinya telah menyelamatkan nyawaku,”katanya sungguh-sungguh.
Mendengar perkataan Deri, ibunya tersenyum lebar. Ia bahagia Deri sudah bisa menerima keadaan dirinya dan tidak lagi membanding-bandingkan dengan kelebihan Paman Kobi.


Leave a comment