Putri Maritza Yang Hitam Manis

Princess Tianna.jpg
Foto :PrincessTianna from Waltdisney

Hari ini baginda raja dan putera mahkota akan berburu di hutan. Saat rombongan akan berangkat, Putri Maritza belum juga menampakkan batang hidungnya. Biasanya Putri Maritza selalu bersemangat kalau diajak berburu.
Setelah ditunggu beberapa saat belum datang juga, Baginda Raja pun mendatangi kamar Putri Maritza. Dilihatnya, Putri Maritza sedang membaca buku. Baginda Raja mengerutkan kening keheranan.
“Anakku, kenapa kamu belum siap juga? Apakah kamu tidak ingin ikut berburu?”Tanya Baginda raja.
Putri Maritza menggelengkan kepalanya. “Maaf, Ayahanda. Kali ini Saya tidak bisa ikut berburu.”
“Kenapa? Apakah Kamu sakit?” Baginda raja tampak begitu khawatir dengan keadaan putri bungsunya itu.
“Saya tidak sakit. Saya Cuma tidak ingin berburu saja,” Putri Maritza memberi alasan.
Baginda raja menatap lekat-lekat putri kesayangannya itu untuk memastikan bahwa ia benar-benar tidak sakit. Putri Maritza tampak sehat walau wajahnya sedikit murung. Sebenarnya baginda raja agak merasa heran melihat sikap Putri Maritza yang tidak mau diajak pergi berburu. Biasanya, ia yang selalu meminta-minta agar diajak berburu. Jika Baginda Raja tidak mau mengajaknya maka Putri Maritza akan menggunakan berbagai cara agar bisa ikut berburu. Terkadang, ia menyamar sebagai pengawal raja. Dilain waktu, ia menyusul Baginda Raja ke hutan sendirian. Biarpun seorang perempuan, Putri Maritza memiliki kemampuan menunggang kuda dan memanah sama seperti laki-laki.
Keheranan Baginda Raja makin bertambah ketika keesokan harinya, Putri Maritza juga menolak diajak pergi melihat pesta panen di desa. Padahal ia sangat suka melihat rakyat berpesta bersuka ria atas panen yang berhasil.
Menghadiri pesta panen rakyat adalah kegiatan yang selalu ditunggu-tunggu Putri Maritza. Dengan menunggangi kuda putih kesayangannya, ia bersama baginda raja pergi ke desa. Tanpa sungkan, ia akan berbaur bersama rakyat dalam pesta tersebut. Menari dan menyanyi bersama.
Sepulang menghadiri pesta panen, baginda raja mengungkapkan keheranannya atas sikap Putri Maritza yang berubah pada ratu.
Ternyata bukan hanya baginda raja yang heran, Ratu juga merasakan hal yang sama.
“Entah kenapa, akhir-akhir ini Maritza tidak suka bermain diluar. Ia lebih suka mengurung diri didalam istana. Kalau diajak teman-temannya bermain, ia akan menolaknya,”lapor ratu cemas. “Bahkan ketika diajak lomba berkuda sama kakaknya, ia juga tidak mau. Padahal ia kan sangat suka berkuda.”
“Kenapa Ia berkelakuan seperti itu? ” Raja tidak bisa menyembunyikan rasa cemasnya.
“Saya juga tidak mengerti mengapa sekarang Maritza berkelakuan seperti itu. Besok, Saya akan coba menanyakannya pada Maritza,”kata Ratu berjanji.
Sore itu, cuaca sangat cerah. Matahari bersinar lembut dan angin bertiup sepoi-sepoi. Dihalaman istana dipenuhi dengan anak-anak,yang sebaya Putri Maritza, sedang bermain. Sementara Putri Maritza hanya memandangi saja dari dalam kamarnya. Ia mengacuhkan ajakan bermain yang ditujukan kepadanya.
“Sayang, kenapa tidak bermain diluar?”Tanya ratu yang membuat kaget Putri Maritza.
Ia tidak menyadari kalau dari tadi ratu memperhatikan tingkahnya yang hanya memandangi anak-anak bermain.
“Saya lagi malas bermain, Ibunda,”jawab Putri Maritza.
“Benarkah hanya itu saja alasannya?Bukan karena sebab yang lain?”selidik Ratu.
Putri Maritza hanya diam. Ia tampak ragu-ragu untuk menjawab.
Ratu m endekati Putri Maritza dan mengajaknya duduk diatas kasur. “Belakangan ini, Ibunda perhatikan kamu tidak mau lagi beraktifitas diluar ruangan. Sepertinya Kamu takut terkena sinar matahari,”kata Ratu sambil mengusap kepala Putri Maritza dengan penuh kasih sayang. “Apakah dugaan Ibunda salah?”
Bukannya menjawab pertanyaan Ratu, Putri Maritza malah mengajukan pertanyaan, “Ibunda, kenapa kulitku hitam dan tidak putih seperti kulit Ibunda dan kakak?”
“Karena Kamu adalah anak ayahanda. Kenapa Kamu bertanya seperti itu?”Tanya Ratu dengan lembut.
“Aku malu karena teman-teman menghina kulitku yang hitam. Aku ingin kulitku putih!”kata Putri Maritza dengan nada tinggi.
Memang kulit Putri Maritza hitam seperti kulit Baginda Raja. Ia tidak mewarisi kulit putih milik Ratu. Hanya kakaknya, putera mahkota yang kulitnya sama seperti Ratu, putih.
“Apa karena ingin kulitmu jadi putih, Kamu mengurung diri didalam istana?”
Putri Maritza mengangguk dengan malu-malu.
Ratu tersenyum bijak. Ternyata ini alasannya. “Kenapa harus malu kalau berkulit hitam? Apakah ada yang salah kalau berkulit hitam?”
“Eh…eh,”Putri Maritza bingung menjawab pertanyaan ibundanya.
Ratu menuntun Putri Maritza ke depan cermin besar yang ada di kamar. “Lihatlah, sosok yang ada didalam cermin ini! Dia memang berkulit hitam tapi ia mempunyai wajah yang rupawan. Kalau tersenyum maka ia tampak sangat cantik dan manis. Tidak ada yang perlu disedihkan dari dirimu,”kata Ratu memberi semangat.
“Tapi kulitku hitam!”keluh Putri Maritza.
“Anakku, kulit hitam bukanlah sebuah penyakit. Itu merupakan anugerah dari Yang Maha Kuasa. Manusia memang diciptakan dengan beraneka warna kulit. Tujuannya agar sesama kita saling kenal mengenal bukan untuk saling menghina dan merasa lebih baik dibandingkan dengan yang lain. Jadi tidak benar kalau kulit putih lebih baik dari kulit hitam begitu pun sebaliknya. Seharusnya kamu bersyukur karena dianugerahi anggota badan yang lengkap dan sehat. Banyak orang yang terlahir cacat tapi mereka tidak mengeluh dengan keadaannya,”ujar Ratu dengan bijak.
Mendengar perkataan ibundanya, Putri Maritza hanya tertunduk, menyimak dengan serius.
Ratu pun kembali melanjutkan nasehatnya,”Dalam kehidupan ini yang lebih penting adalah hati yang putih bukan kulit yang putih. Percuma kalau seseorang berkulit putih tapi hatinya hitam atau jahat. Memang kulitmu hitam tapi usahakan hatimu harus putih. Biar semua orang mencintaimu dengan tulus.”
“Bagaimana caranya agar hatiku bisa putih?”
“Hatimu bisa putih kalau kamu selalu berbuat baik untuk sesama, jujur dalam perkataan dan tindakan juga bisa bertoleransi dengan semua perbedaan,”tambah Ratu.
“Kalau mengurung diri itu buat kulit putih tidak?”Tanya Putri Maritza penasaran.
Ratu menggelengkan kepala. “Warna kulit itu tidak bisa diubah karena itu sudah pembawaan dari lahir. Dengan mengurung diri, kulitmu tidak akan berubah putih. Yang ada adalah kamu banyak kehilangan kesempatan untuk berburu dihutan dan bermain bersama teman.”
“Kalau begitu, Saya mau keluar, mau bermain bersama teman!”pamit Putri Maritza bersemangat.
Setelah mencium pipi Ratu, Putri Maritza langsung berlari keluar kamarnya. Karena terburu-buru, Putri Maritza lupa mengenakan sepatunya. Ratu hanya bisa menggeleng-geleng kepala melihat kelakuan putrinya.


6 thoughts on “Putri Maritza Yang Hitam Manis

    Naqiyyah Syam said:
    September 16, 2015 at 4:36 pm

    Waaah, aku suka cerita anaknya, manis banget pesannya 🙂

      Emi Afrilia responded:
      September 16, 2015 at 11:24 pm

      Cerita itu sy buat utk Nuha yg selalu tanya soal kulitnya yg hitam manis.
      Semoga saja pesan sponsor dlm cerita ini bs nyampe ke anak

    Oka Nurlaila said:
    September 17, 2015 at 12:40 am

    Suka dengan ceritanya… cara penyampaian pesan dari ceritanya juga bagus. Aaah, jadi ingat diri sendiri, yg waktu kecil selalu mau kulit putih. XD

    btw, kalau ada ilustrasi gambarnya lebih kece nih mbak.. hehe 😀

      Emi Afrilia responded:
      September 17, 2015 at 5:42 am

      Hitam-hitam kereta api
      Biar hitam banyak yang menanti, betul gak?

    sie-thi nurjanah said:
    September 17, 2015 at 11:34 am

    Oohh..saya fikir ini merupakan princess baru dari disney 🙂

      Emi Afrilia responded:
      September 18, 2015 at 8:37 am

      Ha..ha…cuma gambar princessnya aja yang saya culik

Leave a comment